Banyak yang bilang, ASN itu ibarat wasit dalam pertandingan politik. Mereka tidak boleh memihak, apalagi ikut main. Tapi realitanya? Kadang malah ikut bikin gol bunuh diri.
Nah, mari kita bahas bareng-bareng kenapa netralitas ASN dan perangkat desa itu penting banget, apa saja bentuk pelanggarannya, dan bagaimana Bawaslu hadir sebagai penjaga gawang demokrasi.
Mereka dilarang:
Pemilu bukan tentang siapa yang punya kekuasaan, tapi siapa yang dipercaya rakyat. Kalau netralitas bobrok, rakyat kehilangan kepercayaan. Dan kalau kepercayaan runtuh, demokrasi ikut ambruk.
Namun, tantangan ini tidak boleh jadi alasan untuk menyerah. Justru diperlukan sinergi semua pihak: pemerintah, masyarakat, tokoh agama, pemuda, media, dan tentu saja ASN itu sendiri untuk menjaga integritas demokrasi.
ASN dan perangkat gampong bukan musuh dalam pemilu. Mereka adalah pilar pelayanan publik yang harus dijaga profesionalitasnya. Menjaga netralitas bukan cuma soal mematuhi hukum, tapi juga soal integritas, etika, dan kehormatan sebagai pelayan masyarakat.
Jangan sampai karena tergoda dukungan politik sesaat, karier dan kepercayaan publik yang dibangun bertahun-tahun runtuh dalam sekejap.
Mari kita dukung Pemilu dan Pemilihan yang bersih, jujur, dan adil. Dan mari kita ingatkan, bahwa netralitas adalah bentuk cinta paling tulus pada demokrasi. Semoga!!
Apa Itu Netralitas ASN dan Perangkat Gampong?
Sebelum kita bahas lebih jauh, yuk kita sepakati dulu definisinya. Netralitas ASN (Aparatur Sipil Negara) dan perangkat gampong (perangkat desa) berarti tidak berpihak, tidak terlibat, dan tidak mempengaruhi proses pemilu atau pemilihan ke salah satu kandidat atau partai politik mana pun.Mereka dilarang:
- Ikut kampanye (baik terang-terangan atau sembunyi-sembunyi)
- Pasang status dukungan di media sosial
- Hadir di acara politik tertentu
- Gunakan fasilitas negara untuk mendukung salah satu kandidat
- Dan berbagai bentuk “cawe-cawe” lainnya
Kenapa ASN dan Perangkat Desa Sering Tergelincir?
Ada banyak faktor yang bikin ASN dan perangkat desa “lupa diri” saat pemilu:1. Tekanan Atasan
Kadang, oknum atasan mereka sudah lebih dulu punya “warna politik”. Karena takut mutasi atau dinilai tidak loyal, bawahannya ikut arus.2. Hubungan Kekerabatan
Apalagi di daerah, hubungan keluarga bisa sangat dekat dengan kandidat. Ada saja ASN yang terlibat secara emosional atau merasa tidak enak hati.3. Keinginan Mendapat Jabatan
Beberapa ASN berharap setelah pemilihan, mereka akan dapat promosi atau proyek kalau calon yang mereka dukung menang.4. Kurangnya Pemahaman
Sebagian ASN dan perangkat desa masih belum paham aturan mainnya. Mereka pikir pasang foto bareng calon itu biasa saja. Padahal bisa jadi pelanggaran berat.Bentuk-Bentuk Pelanggaran Netralitas yang Sering Terjadi
Kalau kita telusuri, bentuk pelanggaran itu sangat beragam. Mulai dari yang halus sampai yang terang-terangan:- Menghadiri deklarasi calon kepala daerah
- Membagikan konten kampanye di media sosial
- Menggunakan mobil dinas untuk kegiatan politik
- Memobilisasi warga untuk mendukung kandidat tertentu
- Penyalahgunaan wewenang perangkat desa untuk pengaruh pemilu (misalnya, menyalurkan bantuan berdasarkan pilihan politik)
Peran Bawaslu dalam Menjaga Netralitas
Nah, di sinilah Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) berperan penting. Bawaslu bukan cuma “penonton pertandingan”, tapi penjaga aturan mainnya.Apa yang dilakukan Bawaslu?
- Sosialisasi dan Edukasi
- Pengawasan dan Penindakan
- Pelibatan Masyarakat
- Koordinasi Antar-Lembaga
Contoh Nyata: Di beberapa daerah, perangkat desa yang ikut kampanye pernah direkomendasikan untuk diberhentikan. Ada juga ASN yang akhirnya dijatuhi hukuman disiplin berat karena aktif menyebarkan konten dukungan di Facebook.Karena ini bukan sekadar urusan aturan. Netralitas adalah tiang pancang demokrasi yang sehat.
Bayangkan kalau perangkat gampong ikut kampanye, lalu membagikan bantuan hanya ke pendukung salah satu calon. Atau kalau ASN bikin status dukungan ke calon tertentu lalu mengintimidasi pegawai lain agar ikut. Ini semua menciptakan suasana pemilu yang tidak adil, penuh tekanan, dan jauh dari kata jujur.
Pemilu bukan tentang siapa yang punya kekuasaan, tapi siapa yang dipercaya rakyat. Kalau netralitas bobrok, rakyat kehilangan kepercayaan. Dan kalau kepercayaan runtuh, demokrasi ikut ambruk.
Bagaimana ASN dan Perangkat Gampong Bisa Menjaga Netralitas?
Berikut beberapa langkah praktis:- Fokus pada tugas dan pelayanan publik: Ingat bahwa yang utama adalah melayani masyarakat, bukan calon kepala daerah.
- Hati-hati di media sosial: Jangan asal like, share, atau komentar di postingan politik. Bisa jadi itu dianggap dukungan.
- Tolak tekanan politik dengan elegan: Jangan takut menolak ajakan kampanye. ASN dan perangkat gampong harus berani berkata: “Maaf, saya netral.”
- Ikuti sosialisasi dari Bawaslu: Pahami aturan, jangan sampai melanggar karena tidak tahu.
- Laporkan jika ada rekan yang melanggar: Netralitas itu tanggung jawab bersama. Jangan tutup mata kalau ada pelanggaran
Namun, tantangan ini tidak boleh jadi alasan untuk menyerah. Justru diperlukan sinergi semua pihak: pemerintah, masyarakat, tokoh agama, pemuda, media, dan tentu saja ASN itu sendiri untuk menjaga integritas demokrasi.
ASN dan perangkat gampong bukan musuh dalam pemilu. Mereka adalah pilar pelayanan publik yang harus dijaga profesionalitasnya. Menjaga netralitas bukan cuma soal mematuhi hukum, tapi juga soal integritas, etika, dan kehormatan sebagai pelayan masyarakat.
Jangan sampai karena tergoda dukungan politik sesaat, karier dan kepercayaan publik yang dibangun bertahun-tahun runtuh dalam sekejap.
Mari kita dukung Pemilu dan Pemilihan yang bersih, jujur, dan adil. Dan mari kita ingatkan, bahwa netralitas adalah bentuk cinta paling tulus pada demokrasi. Semoga!!