Kegelisahan CPNS Muda dalam Birokrasi Pemerintah: Antara Teori dan Fakta

SETIAP tahun, ribuan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) muda dengan semangat tinggi masuk ke dalam sistem birokrasi negara. Mereka datang dengan harapan bisa memberi kontribusi, berinovasi, dan menjadi bagian dari roda pemerintahan yang berdampak. Namun realita yang dihadapi sering kali berbeda dari ekspektasi. Banyak dari mereka merasa tidak diberikan peran, tidak mendapat arahan, bahkan tidak dianggap sebagai bagian penting dalam unit kerja tempat mereka ditempatkan.
CPNS Muda dalam Birokrasi Pemerintah
Fenomena ini bukan sekadar soal penempatan kerja di sebuah organisasi. Ini adalah cerminan dari kepemimpinan yang gagal merangkul potensi dan organisasi yang tidak siap berubah. Melalui pandangan ini, saya ingin mengajak semua kita melihat kegelisahan CPNS muda dari dua sudut pandang, teori kepemimpinan dan teori organisasi.

Baca juga: Demokrasi adalah Sistem Pemerintahan Rakyat: Definisi dan Prinsipnya  

Kepemimpinan dalam Birokrasi

Dalam teori kepemimpinan, James MacGregor Burns membedakan antara pemimpin transaksional dan transformasional. Pemimpin transaksional fokus pada rutinitas, kepatuhan, dan prosedur. Sementara pemimpin transformasional berfokus pada inspirasi, perubahan, dan pengembangan potensi.

Sayangnya, banyak pemimpin birokrasi kita masih berada pada paradigma transaksional, menjalankan perintah atasan, menjaga status quo, dan menghindari konflik. Dalam konteks ini, CPNS muda bukanlah aset yang perlu dikembangkan, melainkan hanya bagian dari angka formasi yang telah terpenuhi.

Selanjutnya kemampuan kepemimpinan. Dalam teori yang dikutip dari accurate.id kepemimpinan visioner adalah kemampuan untuk melihat masa depan, menyusun arah strategis, dan menginspirasi bawahan untuk bergerak ke arah itu. Ketika CPNS muda tidak diberikan tugas, tidak dilibatkan dalam proses kerja, dan tidak diberi ruang untuk bertumbuh, ini adalah bukti absennya visi dari pemimpinnya.

Tanpa visi, organisasi hanya bergerak mengikuti arus. Tanpa pemimpin yang mampu memetakan peran setiap individu, potensi SDM hanya menjadi angka, bukan penggerak.

Kehadiran pemimpin merupakan sesuatu yang mutlak, kehadiran ini bukan serta merta hadir dalam bentuk fisik semata. Pemimpin bisa hadir secara administratif, tetapi absen secara psikologis dan emosional. CPNS muda yang tidak tahu harus bertanya kepada siapa, tidak diberi pembimbing, dan tidak merasakan ikatan sosial dalam tim, sesungguhnya sedang berada dalam organisasi dengan leadership vacuum.

Teori kepemimpinan situasional Hersey dan Blanchard menekankan pentingnya menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan tingkat kesiapan bawahannya. CPNS jelas berada pada tahap "rendah pengalaman, tinggi motivasi" yang membutuhkan arahan intensif dan pembinaan. Jika ini tidak dilakukan, maka energi muda yang semestinya membawa perubahan justru padam sebelum berkembang.

Baca Juga:  Contoh Ketidakadilan Gender di Indonesia

Sosiologi Organisasi

Karl Marx pernah berbicara tentang alienasi sebagai kondisi ketika seseorang terpisah dari hasil kerjanya, proses kerja, dan komunitas kerja. Dalam birokrasi, CPNS muda yang tidak diberi kerja mengalami alienasi struktural, mereka hadir secara fisik, tetapi tidak memiliki makna sosial dalam organisasi.

Mereka tidak tahu untuk apa mereka ada, siapa rekan kerjanya, apa tujuannya. Mereka hanya datang untuk absen dan pulang. Ini bukan hanya merugikan individu, tapi juga merusak semangat kolektif institusi.

Max Weber juga menyebut birokrasi sebagai sistem yang dijalankan oleh hierarki dan aturan. Namun, ketika hierarki terlalu kaku dan stratifikasi sosial sangat kuat, terjadi pengkotakan yang mematikan dinamika organisasi. CPNS muda diposisikan sebagai "belum pantas bicara", sementara ide dan energinya justru yang paling dibutuhkan.

Fenomena ini menghasilkan budaya "senioritas sebagai keunggulan", bukan kompetensi sebagai tolok ukur. Organisasi yang sehat semestinya membuka ruang dialog antargenerasi dan memposisikan setiap individu berdasarkan kontribusi, bukan usia atau masa kerja.

Sementara itu, Edgar Schein mengemukakan bahwa budaya organisasi terdiri atas tiga lapis yakni, artefak, nilai, dan asumsi dasar. Ketika organisasi tidak membuka diri terhadap aktor baru, tidak mengomunikasikan nilai-nilainya, dan tidak memberi ruang belajar kepada anggota baru, maka yang terjadi adalah budaya tertutup.

CPNS muda yang tidak diberi ruang berarti tidak sedang dibimbing untuk memahami nilai organisasi. Mereka hanya menjadi pengamat diam terhadap praktik kerja yang bahkan bisa jadi bertentangan dengan semangat pelayanan publik.

Membangun Organisasi Inklusif

1. Rekomendasi untuk Pimpinan Instansi
  • Buat Program Orientasi yang Nyata: Tidak cukup dengan pembekalan di awal, CPNS perlu masa bimbingan (mentoring) 3–6 bulan dengan tugas-tugas riil.
  • Libatkan dalam Proyek Strategis: Meskipun peran kecil, keterlibatan ini menumbuhkan rasa memiliki dan kepercayaan diri.
  • Dengarkan Suara Mereka: Buat forum rutin untuk menampung ide dan aspirasi CPNS.

2. Rekomendasi untuk Organisasi
  • Ubah Budaya Senioritas Menjadi Budaya Kolaborasi: Setiap orang, tua atau muda, adalah bagian penting dari tim.
  • Bangun Sistem Evaluasi Kinerja yang Transparan: Agar CPNS punya arah dan tahu apa yang diharapkan dari mereka.
  • Berikan Peran Sesuai Kompetensi: Pemetaan potensi penting dilakukan sejak awal penempatan.

3. Rekomendasi untuk CPNS Itu Sendiri
  • Tetap Proaktif dengan Etika: Jangan takut bertanya, menawarkan bantuan, atau mengajukan ide.
  • Bangun Relasi Sosial yang Kuat: Temui senior, ajak diskusi, belajar dari pengalaman mereka.
  • Dokumentasikan Proses Adaptasi: Ini bisa menjadi refleksi pribadi sekaligus bahan perbaikan sistem ke depan.

Organisasi tidak akan berkembang tanpa kepemimpinan yang hadir secara visioner dan pembimbing. Begitu pula pemimpin tidak bisa sukses tanpa organisasi yang mendukung, terbuka, dan kolaboratif. CPNS muda adalah anugerah SDM negara yang luar biasa, tapi jika mereka tidak diberi ruang untuk bertumbuh, maka negara kehilangan peluang emas untuk berbenah dari dalam.

Maka, kepada para pemimpin birokrasi, hadirkan diri Anda dalam kehidupan kerja CPNS baru. Jangan biarkan mereka merasa sendiri, tidak berarti, dan akhirnya ikut budaya pasif yang selama ini justru ingin diubah. Kepada organisasi bukalah pintu, buatlah ruang. Dan kepada CPNS muda, teruslah bertumbuh, karena perubahan sering kali dimulai dari mereka yang paling gelisah.